Jumat, 21 November 2014

LAPORAN KEGIATAN PERKULIAHAN
DI MUSEUM WASAKA ( WAJA SAMPAI KAPUTING )
BANJARMASIN

 
 













OLEH : MUHAMMAD AZHAR 1301311356


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini berisikan sekilas tentang informasi Museum WASAKA (Waja Sampai Kaputing), dan di harapkan laporan ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Museum WASAKA.
Saya sampaikan terima kasih terhadap Dosen Pengasuh dengan mata kuliah Islam Dan Budaya Lokal yang telah membimbing saya dalam perkuliahan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amiin.


Banjarmasin, 4 November 2014

Penulis


PENDAHULUAN

Museum merupakan sarana pengembangan dalam budaya dan peradaban manusia. Di samping itu, museum merupakan wahana yang memiliki peran strategis terhadap penguatan identitas masyarakat. Museum sebagai bagian dari pranata sosial dan sebagai media edukasi untuk memberikan gambaran tentang perkembangan alam dan budaya.
Museum Wasaka yang terdapat di Kota Banjarmasin ini berwujud rumah adat Banjar Bubungan Tinggi yang pada awalnya adalah sebuah tempat hunian, kemudian dialih  fungsikan jadi museum sebagai upaya konservasi bangunan tradisional. Museum ini terletak di tepian sungai, berdampingan dengan Jembatan Banua Anyar.
Saat Di Resmikan Oleh Ir. H. Muhammad Said, gubernur Kalimantan Selatan periode 1984-1995 pada Tanggal 10 November 1991, Museum WASAKA hanya memiliki sekitar 77 buah, kini setelah hampir dua puluh tiga tahun berlalu, benda-benda bersejarah yang di simpan di Museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan tersebut jumlahnya sudah lebih dari dua ratusan.
Adapun tujuan perkuliahan di Museum WASAKA sebagai berikut :
1.      Menambah wawasan tentang museum  WASAKA.
2.      Menambah pengalaman dengan adanya perkuliahan diluar kelas / lokal.
3.      Perkuliahan mata kuliah Islam Dan Budaya Lokal.

PELAKSANAAN KEGIATAN
a.         Peserta dan Pembimbing
Peserta dalam perkuliahan ini adalah mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dengan jumlah sebanyak 15 orang mahasiswa yang mengikuti perkuliahan ini.
Adapun Pembimbing hanya satu adalah Dosen Pengasuh mata kuliah Islam Dan Budaya Lokal.
b.        Waktu Keberangkatan
Dilaksanakan pada,
Hari                        :    Senin
Tanggal                  :    27 Oktober 2014
Jam                         :    07.00 Wita
c.         Agenda Perkuliahan
Perkuliahan Di Museum WASAKA
Hari                        :    Senin
Tanggal                  :    27 Oktober 2014
Jam                         :    08.30 Wita-Selesai
Tempat                   :    Museum WASAKA Banjarmasin
d.        Perjalanan
Setelah di informasikan oleh Dosen Pengasuh  beberapa hari sebelumnya, bahwa perkuliahan akan di laksanakan di museum wasaka. Saya dan seluruh mahasiswa kelas 3B pada hari Senin Tanggal  27 Oktober 2014, kami semua berangkat sekitar jam 07.00 pagi dari rumah / kost masing-masing  menuju Museum WASAKA yang terletak di samping Jembatan Benua Anyar Banjarmasin. Saya dan mahasiswa yang lain menggunakan alat transportasi kendaraan roda dua yang berjumlah kurang lebih 11 buah.
Pada jam 09.30 kami semua sudah berkumpul di halaman Museum WASAKA bersama Dosen Pengasuh. Dan kami menemui salah satu penjaga museum, kata penjaga tersebut bahwa sanya untuk hari senin museum wasaka tidak buka. Karna kami sebelumnya tidak tahu hari senin museum wasaka tutup. Setelah berbicara antara dosen pengasuh dengan pihak penjaga kami pun di izinkan masuk oleh pihak museum wasaka untuk melakukan perkuliahan di dalam museum.

Sebelum memasuki ruangan dalam museum, kami semua di berikan arahan oleh dosen, setelah itu kami semua melakukan pengambilan semple seperti foto, data, informasi, dll.
Hampir 2 jam kami berada di dalam museum tersebut, banyak data dan informasi yang telah kami dapat, sebelum keluar dari museum, kami di perlihatkan sedikit tentang profil museum wasaka melalui Layar Tv oleh pihak museum wasaka.
Pada jam 10 Wita, kami semua bersiap-siap pulang, namun sebelum pulang kami semua di berikan pengarahan oleh dosen dan untuk mengisi daftar hadir mahasiswa.

MUSIUM WASAKA ( WAJA SAMPAI KAPUTING )

Museum WASAKA adalah sebuah Museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan. Wasaka singkatan dari Waja Sampai Kaputing yang merupakan motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
Di Resmikan Oleh Ir. H. Muhammad Said, gubernur Kalimantan Selatan periode 1984-1995 pada Tanggal 10 November 1991, Museum WASAKA hanya memiliki sekitar 77 buah, kini setelah hampir dua puluh tiga tahun berlalu, benda-benda bersejarah yang di simpan di Museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan tersebut jumlahnya sudah lebih dari dua ratusan.
Museum bertempat pada rumah Banjar Bubungan Tinggi yang telah dialih fungsikan dari hunian menjadi museum sebagai upaya konservasi bangunan tradisional. Museum Wasaka merupakan salah satu bukti  sejarah perjuangan rakyat Kalimantan Selatan sendiri Terletak di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Di museum yang diresmikan pada 10 November 1991 ini, terdapat kurang lebih 400 benda bersejarah periode Perang Kemerdekaan. Museum ini memang khusus menyimpan koleksi benda-benda selama masa perjuangan rakyat Kalimantan Selatan melawan penjajah.
Sebetulnya banyak koleksi lain yang merupakan peninggalan Perang Banjar, Perintis Kemerdekaan, Perang Kemerdekaan, Pengisian Kemerdekaan, hingga periode Orde Baru. Namun, karena keterbatasan tempat, terpaksa yang ditampilkan hanya koleksi benda-benda di periode Perang Kemerdekaan. Beberapa benda yang bisa dilihat di museum ini antara lain berbagai jenis senjata yang digunakan pejuang Banjar di masa revolusi fisik tahun 1945-1949, seperti tombak, mandau, senapan, dan mortir.

Hal lainnya, kita bisa melihat sebuah meja beserta empat buah kursi yang konon dulu digunakan sebagai tempat pejuang Kalsel untuk bermusyawarah. Di sekitar kursi tersebut, tepatnya di dinding di sekeliling kursi, terdapat deretan foto mulai gubernur yang paling pertama hingga yang menjabat sekarang.
Di museum yang dibangun dengan arsitektur khas Banjar ini juga terdapat daftar organisasi yang pernah berjuang menentang pemerintahan penjajah seperti Lasykar Hasbullah yang bermarkas di Martapura, Barisan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan yang bermarkas di Banjarmasin, dan lainnya.
Kemudian ada peta Kalimantan Selatan yang dilengkapi dengan beberapa foto masyarakat adat di daerah masing-masing, struktur organisasi perjuangan gerilya Kalsel menuju Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI, serta benda-benda bersejarah lain seperti mesin tik kuno, kamera, cermin, dan sebagainya.
Tak ketinggalan sebuah sepeda kuno yang katanya sewaktu zaman penjajahan dulu, digunakan untuk mengirimkan surat dengan memasukkan lembaran surat tersebut ke dalam badan sepeda agar tidak ketahuan kolonial Belanda.
Semoga peninggalan bersejarah yang akan selalu mengingatkan kita akan perjuangan rakyat Banjar di masa dahulu dan menambah semangat kita untuk tetap mempertahankan budaya, adat dan kekayaan daerah.
PENUTUP
Dari penulisan laporan ini, dapat di simpulkan bahwa museum wasaka ( waja sampai kaputing ) museum yang di resmikan oleh Ir. H. Muhammad Said, gubernur Kalimantan Selatan periode 1984 – 1995 pada tanggal 10 November 1991. Sebuah museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan. Wasaka singkatan dari Waja Sampai Kaputing yang merupakan motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.
Berkunjung ke Museum Wasaka selain memperoleh pengetahuan seputar sejarah perjuangan lokal, kita juga bisa bersantai. Meskipun tempatnya kecil, tapi pemandangan di sekitarnya cukup indah.
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai museum wasaka ( waja sampai kaputing) yang menjadi bahasan dalam laporan ini. Masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam laporan ini karna terbatasnya pengetahuan yang sehubungan dengan judul laporan ini.

Senin, 03 November 2014

PROSESI PERKAWINAN ADAT BANJAR

Orang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan asimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembaruan dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha.
A.      Proses Perkawinan Adat Banjar
Berdasarkan adat istiadat masyarakat Banjar terdapat beberapa tahapan dan prosesi, baik sebelum maupun sesudah upacara perkawinan, seperti basasuluh, badatang, bapapayuan, maanjar patalian, baantaran jujuran, bakawinan itu sendiri, sampai bajagaan pengantin.
Banyaknya tahapan tersebut menegaskan bahwa perkawinan merupakan hal yang serius, membutuhkan kesiapan fisik, mental, spiritual, bahkan kemampuan finansial. di harapkan yang bersangkutan betul-betul menghargai makna perkawinan.
a.        Basasuluh
Istilah ini di ambil dari kata suluh atau obor yang berfungsi sebagai alat penerang. Dengan demikian maksud basasuluh supaya di peroleh informasi yang jelas tentang sifat dan tabiat gadis yang hendak dijadikan menantu. Tak ada yang di tutup-tutupi atau di sembunyikan mengenai perangai aslinya. Jika sudah mengenal betul karakternya, diharapkan tiada lagi penyesalan di kemudian hari.
Beberapa hal yang ingin dietahui diantaranya:
1.      Tentang Agamanya,
2.      Tentang Keturunannya,
3.      Tentang Kemampuan rumah tangganya,
4.      Tentang kecantikan wajahnya.
Untuk melakukan basasuluh di utuslah satu atau dua orang kerabat tepercaya yang berpengalaman buat menyelidiki kelakuan si gadis. Di masa lalu basasuluh dilakoni tanpa memberitahu tuan rumah perihal tujuan sebenarnya, seolah hanya bailang (berkunjung). Dengan begitu, jika pihak basasuluh memperoleh keterangan atau justru melihat langsung tingkah laku si gadis  yang kurang baik, sehingga urung mengambil menantu, pihak keluarga yang didatangi pun tidak tersinggung.
Apabila dalam kegiatan basasuluh itu telah di peroleh keterangan yang lengkap, baik mengenai si gadis maupun keluarganya, tinggal menentukan langkah selanjutnya yakni mengajukan lamaran.
b.        Badatang
Kalau pihak keluarga laki-laki sudah mantap dengan pilihan mereka, saatnya lah badatang atau mengajukan lamaran secara resmi. Kali ini kembali mengutus orang-orang pilihan sebagai perantara. Biasanya sengaja di pilih kerabat atau tokoh masyarakat yang dia anggap terpandang, berwibawa dan punya pengaruh kuat. Maksudnya, tiada lain agar pihak keluarga perempuan sungkan untuk menolak.
Selain itu, syarat yang tak kalah penting bagi seorang utusan adalah pandai bertutur kata. Terlebih-lebih dalam acara lamaran itu akan ada semacam negosiasi untuk mencapai kata sepakat, termasuk untuk upaya membujuk dan meyakinkan keluarga perempuan buat menerima lamaran.
Sekalipun pada perinsipnya diterima, tetapi biasanya keluarga perempuan mempertimbangkan lamaran tersebut, mereka perlu minta masukan dari sanak kerabat lainnya. Jika sudah terdapat kata mufakat, barulah membahas masalah jujuran atau mahar.
c.         Bapapayuan
Sesuai dengan hari yang di janjikan, keluarga laki-laki kembali datang ke tempat keluarga si perempuan untuk memperoleh kepastian. Jika memang di setujui, mereka pun langsung membahas mengenai besarnya mas kawinyang harus di berikan. Upaya mencapai titik temu dalam penetapan jumlah mas kawin ini di kenal dengan istilah bapapayuan atau bapatut jujuran.
Mengingat pembahasan masalah jujuran ini relatif sensitif, maka pada acara bapapayuan ini hanya di hadiri oleh kerabat dekat. Apabila tercapai kesepakatan jumlah jujuran, di lanjutkandengan pembicaraan untuk menetukan kapan waktunya maantar patalian sebagai tanda ikatan pertunangan.
d.        Maantar Patalian
Sebagai bukti keseriausan pihak laki-laki sekaligus tanda pengikat agar so gadis tidak lagi menerima lamaran lain, maka prosesi berikutnyaadalah maantar patalian. Dengan demikian resmilah pertunangan tersebut. Biasanya di ikuti oleh para ibu-ibu dari kedua belah pihak, baik tetangga maupun kenalan,supaya orang-orang tahu bahwa mereka sudah punya ikatan pertunangan.
Barang-barang yang diberikan pada waktu maantar patalian, di antaranya seperangkat pakaian seperti baju, rok, tapih (sarung), serudung, BH, selop, make up, dan lainya untuk keperluan si gadis yang di lamar. Lazimnya pakaian yang diserahkan itu seraba taku atau masing-masing berjumlah tiga.
Maantar patalian ini biasa satu paket, bisa pula terpisah dengan maantar jujuran. Kalau rentan waktu perkawinan masih lama, biasanya maantar patalian di dahulukan sebagai ‘tanda jadi’. Sedangkan jika akad nikah mau secepatnya dilaksanakan, maantar patalian dan jujuran di jadikan satu acara, sehingga lebih efektif.
e.         Maantar Jujuran
Sebelum berangkat bubuhan pengantar jujuran berkumpul di rumah pihak laki-laki. Sebuah talam berhias berisi mangkok berbentuk ayam jantan (hahayaman) wadah menyimpan uang jujuran serta mangkok biasa temapat beras, kunyit, dan bunga rampai, segera di siapkan. Tak ketinggalan pula talam berhias untuk meletakkan bedak beras, beragam alat kosmetik lainnya, rempah dapur, ditambah dengan sebuah baskom berisi beras, kelapa, gula merah, tunas pisang berbalut kain kuning, serta ruas bamban. Termasuk, kompor pakaian tempat penyimpan pengiring. Selanjutnya, sepuluh orang pria yang bertugas membawa talam-talam tadi pun menuju kediaman si gadis.
Menurut adat Banjar, uang jujuran yang baru di serahkan dimasukkan kedalam bakul bamban yang sudah di hias. Bakul tersebut demikoian diisi beras kuning dan bungan rampai, lalu di aduk pakai wancuh (sendok besar), sehingga uang jujuran,beras kuning dan bunga rampai tadi jadi satu. Berikutnya, perwakilan dari pihak si gadis mengambil uang jujuran dan menghitung di depan para undangan yang hadir. Kalau jumlahnya sesuai kesepakatan semula, maka uang itu di masukkan kembali ke bakul dan di serahkan kepada orang tua si gadis.
-          Foto & Alat untuk Maantar Jujuran yang terdapat di Musium Lambung Mangkurat.





f.         Akad Nikah
Masyarakat Banjar kebanyakannya Muslim, karena itu upacara nikah umumnya di selenggarakan sesuai dengan ajaran Islam. Dan lazimnya akad nikah di laksanakan di kediaman calon isteri.
Pada upacara nikah calon pengantin pria mengenakan jas, sarung, dan peci. Ia duduk di tempat khusus – biasanya beralaskan kain bahalai (sarung panjang dalam bentuk lembaran) yang di susun sedemikian rupa menyerupai bentuk bintang – persis di tengah-tengah hadirin. Sedangkan calon pengantin wanitanya mengenakan kebaya dan berhias. Saat akad nikah ia tidak duduk di tengah undangan, melainkan di dalam kamar.
Sebelum akad nikah di langsungkan, penghulu terlebih dahulu menanyakan kesediaan calon pengantin wanita lewat orangtuanya. Begitu ijab qobul selesai, dilanjutkan dengan do’a dan khutbah nikah, serta nasehat perkawinan yang di sampaikan oleh penghulu. Tidak jarang diisi pula dengan ceramah agama seputar kehidupan berumahtangga. Kali ini penceramahnya tidak harus penghulu, bisa juga oleh Tuan Guru/Ulama.
Dalam perkembangan sekarang, usai ijab qobul pengantin wanita dibawa keluar dan duduk bersanding di depan undangan. Berita acara pernikahan ditandatangani oleh kedua mempelai dan saksi-saksi. Acar nikah ini di akhiri bersalaman dengan para undangan.
g.        Bapingit
Menjelang hari perkawinan, calon mempelai dituntut kesiaan fisik dan mental. Terutama si wanitanya, sengaja dibatasi untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Masa bapingit atau bakurung ini di samping menjunjung adat, juga untuk menghindari segala kemungkinan yang tak terduga. Demi mengantisipasi hal semacam itu, diberlakukanlah masa bapingit.
Selama bapingit, calon mempelai wanita bisa lebih intens merawat diri dengancara bekasai maupun batimung. Mandi uap khas masyarakat Banjar dengan mengguanakan bahan tradisional seperti lengkuas, serai, dan daun pandan ini, dimaksudkan untuk mengeluarkan keringat sebanyak-banyaknya, sehingga pada saat bersanding nanti tidak lagi berkeringatan. Dengan batimung, badan pun jadi harum.
Selain itu, selama masa bapingit kesempatan tersebut dapat di manfaatkan oleh tetuha keluarga untuk menasehati calon mempelai sekitar kehidupan berumah tangga. Dengan begitu, diharapkan perkawianan nanti berjalan langgeng, sakinah, mawaddah wa rahmah.
h.        Badudus
Upacara badudus dilaksanakan sebagai tanda peralihan dari fase remaja menuju masa dewasa. Mereka yang akan memasuku jenjang perkawinan otomatis di katagorikan telah dewasa, dan dinobatkan dengan badudus. Di samping itu,badudus di maksudkan pula untuk membentengi diri dari berbagai macam gangguan, misalnya agar tidak kesurupan saat bersanding. Upacara ini dilakukan tiga hari sebelum perkawinan, kebanyakan dilangsungkan waktu sore. Ketika badudus tidak lupa di sediakan piduduk, sebagaimana acara batapung tawar.
-          Foto & alat Pemandian yang terdapat di Musium Lambung Mangkurat, Salah satu proses perkawinan adat Banjar yaitu Badudus.



Upacara mandi-mandi pengantin ini tetap mengedepankan nilai-nilai agama. Jika calon pengantin belum di nikahkan, maka mandi badudus dilakukan secara terpisah. Tapi, bila sudah menikah dibolehkan bersama-sama. Lokasi badudus du samping rumah atau di halaman. Empat penjuru di tancapi tebu, beratap kain kuning, dan berpagar mayang.
Calon pengantin di mandikan oleh beberapa wanita tua secara bergantian dengan mengguyurkan ait bunga-bungaan yang terdapat dalam tempayang. Usai upacara badudus dilanjutkan dengan selamatan nasi balamak (ketan) dan pisang emas.
i.          Batamat (khatam Quran)
Acara batamat atau khatam Quran umumnya dilakukan pada sore atau pagi hari sebelum mempelai bersanding di pelaminan. Dalam acara ini mempelai memakai busana haji dan dipayungi kembang sambil membaca surat Ad-Dhuha sampai Surat An-Naas. Sewaktu membaca ayat terakhir dari masing-masing surat yang dibaca, akan diiringi para hadirin dan sanak saudara yang hadir. Acara yang dipimpin oleh seorang guru ngaji diakhiri dengan pembacaan doa bagi kedua mempelai dan selamatan nasi lemak yang dihias dengan telur rebus aneka warna.
j.          Aruh atau Pesta Perkawinan
Dari keseluruhan proses, acara perkawinan inilah yang menjadi inti kegiatan terpenting. Pada waktu bakawinan diharapkan semua anggota keluarga, baik yang dekta maupun yang jauh, bisa berkumpul. Karena itu, jauh-jauh hari para kerabat sudah diberi tahu suaya bisa meluangkan waktu untik berhadir di acara perkawinan.
Persiapan aruh bukan hanya menyangkut masalah pembiayaan yang membutuhkan dana yang tak sedikit, juga persiapan segala sesuatu agar pesta berjalan lancar.
Beberapa harisebelumnya diadakan rapat dengan mengundang tetangga dan kerabat untuk menetukan tugas masing-masing. Ada yang khusu bertugas memasak, menyiapkan makan, melayi tamu, mencuci piring, dan lainnya. Semua bergontong rotong demi kelancaran aruh.
k.        Menghias Pengantin
Saat bersanding di pelaminan merupakan momen istemewa bagi sepasang pengantin. Wajar bila mereka ingin terlihat menawan. Terlebih-lebih bagi mempelai wanita, sedapat mungkintampil cantim dan anggun. Untuk itu, diperlukan tukang hias yang piawai membuat wajah pengantn tampak berseri dan menarik hati.
Dalam budaya Banjar si perias pengantin itu zaman dulu biasanya juga memiliki kemampuan spritual. Artinya, di samping mempunyai kemampuan merias wajah, ia juga menggunakan doa atau mantera tertentu sehingga aura kecantikan atau ketampanan pengantin kian memancar. Makanya, pada waktu merias pengantin disediakan pula piduduk yang terdiri dari beras, kelapa, gula merah, beras ketan kuning, dan uang. Meriasnya juga di pilih saat matahari naik, sekitar pukul 09.00-10.00 Wita.
l.          Maarak Pengantin
Tujuan pelaksanaan walimah adalah agar prosesi perkawinan diketahui khalayak ramai. Dengan beitu, orang-orang pun tahu bahwa pasangan tersebut sudah resmi menjadi suami-isteri. Karena itu, pengantin sengaja di arak sembari di pertontonkan kepada masyarakat sekitar.
Biasanya sebelum pengantin di arak, terlebih dahulu harus adanya kurir atau utusan yang menyampaikan tentang kesiapan pengantin wanita untuk di pertemukan dan di persandingkan. Jika kedua belah pihak sudah sama-sama siap, barulah maarak pengantin dilaksanakan.
Upacar maarak pengantin, khususnya dari kalangan berada, sering pula diiringi dengan kesenian hadrah maupun kuda gipang. Di tengah keramaian itu kedua mempelai di usung oleh dua orang laki-laki, dan di galakan sesuai dengan irama tabuhan gamelan.
m.      Batatai
Sebelum kedua mempelai duduk di pelaminan, sesaat di tataikan di depan pintu rumah. Maksudnya, mereka sengaja dipertontonkan di hadapan semua undangan yang hadir di acara perkawinan tersebut.. setelah itu, keduanya di bawa ke pelaminan tersebut. Setelah itu, keduanya di bawa kepelaminan buat betatai (bersanding). Sesuai adat Banjar, pengantin pria duduk di sebelah kanan, sedangkan wanitanya di sbebelah kiri. Tempat tempat pelamina itu di sebut Geta Kencana, berhiaskan kain reguci dengan motif sulur-suluran, jambangan, padang kasalukutan, pohon hayat, ditambah beberapa biji bantal yang juga bertaburan reguci.
-          Foto tempat bersanding (batatai) yang terdapat di Musium Lambung Mangkurat.

                                   
Di pelaminan tersebut, di sela-sela acara batatai ada yang namanya basusuapan wadai, perlambang bahwa kedua mempelai siap untuk saling berbagi. Di pelaminan itu pula pengantin melayani tamu yang hendak bersalaman maupun yang ingin berfoto bersama.
Apabila acara batati di rumah pengantin wanita dirasa telah selesai, selanjutnya kedua mempelai dibawa sujud kerumah orangtua pengantin pria, di sini mereka kembali ditataikan (disandingkan) supaya keluarga dan tetangga pihak pengantin pria bisa mengenali. Di tempat ini biasanya ada pemotongan kue pengantin untuk di suguhkan kepada seluruh undangan.
n.        Bajagaan Pengantin
Menurut adat kebiasaan, usai upacara perkawinan maka malam berikutnya diadakan acara bejagaan (menunggu) pengantin. Supaya acara bajagaan ini meriah, khususnya kalau keliarga pengantin kebetulan dari kalangan berada, sering diisi dengan acara hiburan kesenian seperti mamanda, madihin, wayang kulit, bakisah, balamut, atau baorkesan.
Pada waktu bajagaan ini, biasanya tuan rumah mengucapkan terimakasih kepada seluruh kerabat dan masyarakat sekitar yang telah banyak membantu sehingga acar resepsi perkawinan bisa terselenggara dengan lancar.
Begitulah proses perkawinan adat Banjar pada masa lalu. Namun pada era gobalisasi saat ini tata cara perkawinan tersebut sudah banyak di tinggalkan. Hal ini di sebabkan oleh perkembangan zaman , yang otomatis di anggap tidak sesuai lagi denagn budaya-budaya leluhur seperti upacara perkawianan tersebut. Dan juga di anggap bertele-tele. Budaya leluhur yang di ajarkan secara turun-temurun malah dengan mudahnya kita tinggalkan tanpa adanya upaya melestarikannya.








B.       Filosofis Yang Terkandung Dalam Perkawinan Adat Banjar
Astakona adalah suatu istilah dari sastra Indonesia lama yang berarti segi banyak. Nasi astakona merupakan gambaran dari banyaknya sajian dari yang dihidangkan pada suatu tempat, khusus dari talam yang bertumpang ‘banyak’ tiga atau lima susun. Banyaknya sajian itu merupakan sebuah kesatuan hidangan yang terdiri atas tiga komponen pokok makanan, yaitu nasi, lauk pauk, dan buah-buahan. Hidangan nasi astakona berasal dari tradisi kesultanan banjar untuk suatu upacara tertentu atau santap bersama dengan adanya tamu kehormatan. Namun dalam kurun waktu selanjutnya disajikan dalam acara ‘badadapatan’, yaitu santap bersama bagi pengantin setelah bersanding di pelaminan (betataian).
Pencicipan nasi astakona. Secara simbolis penyendokkan pertama nasi astakona diambil dengan sendok kayu oleh seorang tokoh wanita tua dan menyerahkannya kepada tamu kehormatan. Bilamana dalam acara penganten, nasi tersebut diserahkan kepada kedua pengantin, selanjutnya diikuti oleh hadirin sesuai dengan kedudukan dan situasinya. Astakona sejak lama lazim tidak mempergunakan alat makan seperti sendok dan garpu karena di situ tersedia pula air tempat cuci tangan dan serbet kain.

Nasi astakona sesungguhnya memiliki makna filososfis dalam tata kehidupan orang banjar, hal itu dapat dilihat dan dihayati pada beberapa sarana dan bagian – bagian penyajian. Talam dalam jumlah tiga atau lima menunjukkan jumlah yang ganjil, dimana dalam setiap bilangan dan sarana masyarakat banjar selalu menggunakan angka ganjil/saraba tiga. Makanan terdiri dari tiga komponen pokok (nasi dari beras/padi yang tumbuh di tanah, lauk pauk dari ikan yang hidup di air, dan buah-buahan yang tinggi di udara) adalah menggambarkan keterikatan hidup manusia dengan tanah, air, dan udara.
Dalam beberapa momen tertentu orang banjar selalu mendahulukan peranan orang tua (termasuk pengambilan pertama secara simbolik nasi astakona) sebagai lambang penghormatan terhadap orang yang memiliki kelebihan dalam hal usia, pengalaman, kewibawaan, dan afdhol (keutamaan dan barakat).




C.      Nilai Keagamaan
Masyarakat Banjar khusus banyak memeluk Agama Islam, jadi tidak heran dalam prosesi perkawinan adat Banjar banyak terdapat nilai-nilai positif yang terkandung dalam prosesi perkawinan adat Banjar. Disamping menghormati Agama sebagai dasar kehidupan masyarakat Banjar. Kita juga menemuni beberapa proses perkawinan adat Banjar yang masih melekat dengan Agama yaitu, Batamat Al-Qur’an ini adalah contoh di mana perkawinan adat Banjar tetap mengedepankan nilai Agama yang terkandung di dalamnya.