Minggu, 29 Maret 2015

Citizen Journalism


Journalistik online membawa perubahan penting dalam dunia jurnalistik, bukan saja dari sisi bentuk media dan sajian, tapi juga praktisinya atau wartawannya. Kini, berkat jurnalistik online, setiap orang bisa menjadi wartawan ( everyone can be journalist ) yang di kenal dengan konsep citizen journalism ( jurnalistik warga / jurnalisme warga ).
Citizen journalism dapat di definisikan sebagai praktik jurnalistik yang di lakukan oleh orang biasa. Kehadiran blog dan media sosial menjadikan setiap orang bisa menjadi wartawan dalam pengertian juruwarta atau menyebarkan informasi sendiri kepada publik.
Media citizen journalism bermacam-macam, mulai dari kolom komentar di situs berita hingga blog pribadi. J. D. Lasica, dalam Online Journalism mengatagorikan ke dalam enam tipe :
·         Audience participations : seperti komentar user yang di attach pada berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang di ambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang di tulis oleh anggota komunitas.
·         Independent News and Information Website : situs web berita atau informasi independen seperti Consumer Reports, Drudge Report yang terkenal dengan ‘’Monicagate’’-nya.
·         Full-fladged participatory news sites : situs berita partisipatoris murni atau situs kumpulan berita yang murni di buat dan di publikasikan sendiri oleh warga seperti OhmyNews, NowPublic, dan GroundReport.
·         Collaborative and contributory media sites : situs media kolaboratif seperti Slashdot, Kuro5hin, dan Newsvine.
·         Other kinds of ‘’thin media’’: bentuk lain dari media ‘’tipis’’ seperti mailing list dan newslatter e-mail.
·         Personal broadcasting sites : situs penyiaran pribadi seperti KenRadio.
Citizen journalism kian mendapat tempat ketika situs-situs berita ternama seperti Cyber Kompas dan Detik com menyediakan fasilitas blog bagi pembacanya- kompasiana dan blogdetik.
Di Indonesia, yang di sebut-sebut momentum perkembangan citizen journalism terjadi pada tahun 2004 ketika terjadi tragedi Tsunami Aceh yang di liput sendiri oleh korban. Bahkan , video yang dibuat warga saat kejadian di tayangkan oleh semua stasiun televisi.
Kalangan media kian menyediakan ruang dan waktu untuk menayangkan dan mempublikasikan berita dan informasi warga. Hingga kini, stasiun-stasiun televisi masih sering manayangkan ‘’video amatir’’ dalam pemberitaan sejumlah peristiwa.
Menurut Mark Glaser, seorang freelance journalist, seperti di muat wikipedia, ide di balik citizen journalism adalah bahwa orang tanpa pelatihan jurnalisme profesional dapat menggunakan alat-alat teknologi modern dan distribusi global dari internet untuk membuat dan menyebarkan informasi, juga mengoreksi berita yang ada di media online.
Citizen journalism turut mengembangkan ‘’media baru’’ (new media) dengan bermunculannya blog-blog pribadi yang juga bisa tampil layaknya situs berita. Terry Flew (pakar media dan komunikasi di Queensland University of Technology Brisbane Australia), menyatakan ada tiga unsur penting untuk kenagkita jurnalisme warga dan media warga : penerbitan terbuka, editing kolaboratif, dan konten terdistribusi.
Dengan kemajuan teknologi saat ini, gerakan jurnalistik warga telah menemukan ‘’kehidupan baru’’. Masyarakat biasa (bukan wartawan) dapat membuat berita dan mendistribusikannya secara global.
Citizen journalism telah melahirkan sejumlah ‘’media indi’’ (indymedia), yaitu media alternatif dan berusaha memfasilitasi masyarakat untuk dapat mempublikasikan informasi yang mereka miliki.
Jurnalistik ‘’oleh rakyat’’ (by the people) ini terus berkembang berkat fasilitas media sosial yang bermunculan, seperti web blog, ruang chatting (chat room), wiki, dan mobile computing.
Citizen journalism mengubah peran publik yang selama ini menjadi ‘’obyek berita’’ atau audiens menjadi sangat aktif layaknya wartawan profesional.
Salah satu tantangan citizen journalism adalah soal akurasi, kredibilitas, dan dan ketaatan pada kode etik jurnalistik. Karena merasa bukan wartawan. Seorang blogger misalnya dapat ‘’seenaknya’’ membuat dan menyebarkan tulisan di blognya. Lagi pula, tidak ada jaminan blogger menguasai teknik dan kode etik dalam penulisan berita.
Dari sisi citizen journalism inilah kelemahan utama jurnalistik online, yakni aspek kredibilitas di tambah akurasi terutama penulisan kata (bahasa jurnalistik). Karena terburu-buru, wartawan online kemungkinan sedikit ‘’ceroboh’’ dalam penulisan ejaan sehingga sering terjadi salah dalam penulisan kata.
Dari segi bahasa, citizen journalism ‘’tidak terikat’’ dengan kaidah bahasa, soal kata baku dan tidak baku, karena lazimnya citizen jounalism seperti blogger menggunakan bahasa tutur, slank, alias ‘’seenaknya’’.